Kawaltuntas.id, Boalemo – Sejak turun langsung ke lokasi pada 5 Desember 2025, tim Kasi Pengamanan dan Perlindungan Hutan (KPH) V Boalemo yang dipimpin Hendro Susetyo sudah merasakan bagaimana dinamika pertambangan emas tanpa izin (PETI) di kawasan hutan mereka beroperasi seperti permainan sembunyi-menyembunyikan.
Awalnya, mereka membuka mata bahwa lokasi PETI yang sebelumnya dikabarkan di Safa ternyata berada di Polodingo – sebuah temuan sementara yang segera mengikuti aliran kejadian yang tidak terduga.
“Ekskavator tidak ada, hanya ketemu anak buah dari salah satu Bos penambang. Bos penambang itu tidak ada di tempat,” ujar Hendro pada 11 Desember kemarin, ketika menceritakan pertama kali tiba di lokasi.
Tanpa alat berat yang menjadi simbol kerusakan parah, tim kehutanan sempat lega ketika keesokan harinya mendengar kabar bahwa penambang mengklaim telah menurunkan tiga ekskavator dan menarik pekerja.
“Kami dari kehutanan sudah merasa senang karena ekskavator sudah turun,” katanya. Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan dua hari.
Setelah pemantauan lanjutan, tim menemukan bahwa alat berat tersebut ternyata kembali naik ke dalam area hutan. “Kami tunggu alat dua hari, ternyata setelah ditelusuri anak buah dan alat (ekskavator) itu naik lagi,” ceritanya dengan nada kesal.
Hingga saat ini, dari peninjauan yang terbatas akibat minimnya personel dan bekal, tim telah mencatat sekitar 10 hektare kawasan hutan yang telah dikerjakan oleh penambang. Selain melakukan penertiban, mereka juga memberikan sosialisasi kepada pekerja yang tersisa terkait status kawasan hutan dan larangan aktivitas ilegal di dalamnya.
“Di kawasan hutan tidak boleh ada penggunaan ekskavator. Aturannya jelas, dan kami berkewajiban menegakkan itu,” tegas Hendro. Larangan tersebut, katanya, bertujuan melindungi kawasan hutan dari kerusakan dan memastikan semua aktivitas mengikuti aturan.
Tidak mau kalah, tim KPH V Boalemo telah menyiapkan langkah tegas. “Rencana kami akan naik ulang. Tinggal atur waktunya kapan mengecek lagi,” katanya. Jika kondisi tidak membaik, mereka akan membuka pos pengawasan di Saritani untuk terus mendeteksi dan memantau setiap gerakan PETI di kawasan tersebut.
“Kawasan hutan itu dilindungi. Maka setiap penggunaan alat berat harus dihentikan,” tegasnya kembali, seolah menegaskan bahwa permainan sembunyi-menyembunyikan itu tidak akan berlangsung selamanya.
Sementara itu, terinformasi jumlah alat berat yang diduga untuk tujuan PETI di kawasan hutan Boalemo terus bertambah, berdatangan dari luar Daerah. APH didesak bergerak cepat sebelum hutan Boalemo habis dibabat oleh oknum-oknum yang hanya mementingkan isi perut tanpa memikirkan dampak jangka panjang. (**)














